Sering menggunakan maskapai penerbangan Garuda Indonesia untuk aktifitasnya, Chyntia Sari mengaku puas dengan layanan maskapai plat merah itu. Sejauh ini, pelayanan yang diberikan sudah memuaskan.
“Servisnya oke. Tidak pernah delay dan tepat waktu,” kata wanita kelahiran Surabaya, 24 Desember 1982 itu. Meski saat ini sedang mengambil pendidikan S3 di jurusan Psikologi, Chintya tetap sibuk berkatifitas. Namun dia membatasi diri dan tak mau mengambil job regular karena bakal mengganggu kuliahnya. Seperti diketahui, setelah lulus S1 Manajemen dan S2 Komunikasi, Chyntia kembali melanjutkan pendidikan. Menurutnya, pendidikan sangat penting untuk karir dan kehidupannya.
Mantan co-host acara televisi Bukan Empat Mata itu mengatakan Garuda Indonesia adalah maskapai yang tepat waktu. Jam pemberangkatan tidak pernah molor. “Kalau terlamat bukan karena delay di Garuda tapi karena traffic di bandara yang sangat padat,” lanjut Chyntia.
Dia melanjutkan, lalu lintas pesawat di Bandara Soekarno Hatta sudah sangat padat sehingga pesawat harus antre. “Kayaknya harus dibangun terminal baru lagi,” tambah wanita berhidung mancung dan bertubuh langsing itu.
Ketika ditanya mengenai layanan WiFi di atas pesawat yang akan diberikan oleh Garuda Indonesia, pemilik single Touch Me ini menjawab antara setuju dan tidak. “Fifty-fifty,” kata Chyntia. Di satu sisi dia setuju dengan layanan canggih itu karena akan mempermudah penumpang untuk mengakses internet sehingga mereka tetap terhubung dengan pihak lain meski sedang melakukan penerbangan.
“Itu layanan yang luar biasa,” jelasnya. Melalui layanan WiFi, penumpang tetap bisa mengirim email maupun mengadakan kontak melalui media sosial. Dengan demikian, mereka tetap bisa menjalankan aktifitas bisnisnya.
Lalu di mana ketidaksetujuan Chyntia? Dia tidak setuju pemberian layanan ini jika ternyata akses WiFi di atas pesawat bisa mengganggu keselamatan penerbangan. “Warga kita bisa disiplin nggak?” tanya Chyntia.
Wanita yang pintar menyanyikan lagu Pop Jawa ini memberi contoh, permintaan untuk mematikan ponsel saat peswat melakukan take off dan landing sering dilanggar penumpang. Sebagian penumpang tetap asyik menelopon atau mengirim SMS meski pesawat tengah tinggal landas. Bahkan, ada penumpang yang marah ketika diingatkan agar mematikan ponselnya.
Maskapai harus bisa mendisiplinkan penumpang agar menaati aturan yang ada jika layanan WiFi benar-benar dijalankan. Karena pelanggaran terhadap aturan itu bisa mengganggu keselamatan seluruh penumpang. Seperti diketahui penggunaan alat-alat elektronik saat pesawat tinggal landas bisa mengganggu sinyal sehingga membahayakan penerbangan.
Layanan WiFi di atas pesawat baru bisa dipakai jika pesawat terbang di atas ketinggian 10.000 kaki. Layanan berbasis WiFi yang boleh digunakan antara lain adalah untuk browsing internet, social network, email dan instant messaging.
Secara umum, lanjut Chyntia, layanan Garuda Indonesia sudah baik. Tetapi dia tak mau membandingkan dengan layanan maskapai domestik lainnya. “Kalau dibandingkan dengan maskapai lokal lain ya nggak bisa. Kalau mau membandingkan dengan maskapai luar negeri yang layanannya setara,” jelasnya.
Kendati demikian, dia mengingatkan Garuda untuk meningkatkan keramahan pramugari, terutama pramugari senior. “Untuk penerbangan internasional sebaiknya pakai pramugari yang muda,” katanya. Beberapa pramugari yang sudah berumur, jarang tersenyum di atas pesawat. Chyntia menduga mereka kecapaian. Padahal, pramugari memberikan kesan pertama bagi penumpang.
Kegundahan Chyntia sebenarnya sudah dirasakan oleh Garuda Indonesia. Belum lama ini mereka sudah melakukan rekrutmen besar untuk mencari awak kabin yang berusia muda. Mereka ini yang akan menjadi ujung tombak Garuda dalam penerbangan selanjutnya, menggantikan para senior. “Yang senior kan bisa di office,” lanjut Chyntia. (BR)