Sebagai negara kepualuan, pemerintah Indonesia wajib menyediakan angkutan laut perintis untuk menghubungkan antardaerah sehingga bisa menggerakkan roda ekonomi, memeratakan pembangunan serta menjaga persatuan dan kesatuan.

Angkutan perintis yang menghubungkan daerah-daerah terpencil tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan pelayaran swasta karena secara finansial tidak menguntungkan. Hal ini bisa dipahami karena jumlah muatan penumpang dan barang di daerah terpencil belum bisa menutup biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran.

“Sampai saat ini, kebutuhan angkutan laut perintis masih sangat diperlukan terutama untuk daerah-daerah terpencil yang fasilitas transportasinya masih sangat terbatas bahkan belum tersedia sama sekali,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, Bobby R Mamahit. Pembangunan kapal perintis guna memperlancar arus penumpang, barang dan jasa sehingga akan memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara.

Pada anggaran tahun 2014, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan akan membangun lima kapal perintis dan ternak, dua kapal induk navigasi, docking 26 kapal perintis dan memberikan subsidi 80 trayek angkutan laut perintis. Dana untuk angkutan perintis diambil dari anggaran tahun 2014 sebesar Rp 9,808 triliun.

Menurut Bobby R Mamahit, pembangunan lima kapal perintis itu terdiri dari dua kapal tipe 1200 GT (tahap I), dua kapal tipe 750  dead weight tonnage/DWT (tahap I) dan satu kapal khusus angkutan ternak. Untuk kapal ternak dengan alokasi anggaran Rp 60 miliar dan dua kapal ripe 750 DWT dengan alokasi anggaran Rp 27,9 miliar merupakan kegiatan inisiatif baru.

Inisiatif baru itu tertuang dalam surat bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan pada 5 April 2013. “Selain itu, kami melanjutkan pembangunan tujuh kapal perintis lainnya, karena memang pembangunannya dengan skenario multiyears” jelas  Bobby beberpa waktu yang lalu. Ketujuh kapal yang dilanjutkan pembangunannya itu adalah dua kapal perintis tipe 2000 GT, dua kapal tipe 1200 GT, dua kapal tipe 750 DWT dan satu kapal tipe 500 DWT. Rencananya, pembangunan ketujuh kapal itu akan rampung pada akhir 2014

Ditjen Perhubungan Laut juga membangun kapal perintis yang telah beroperasi sebanyak 36 unit, serta 11 unit kapal yang akan selesai dibangun pada akhir 2013. “Dengan bertambahnya kapal-kapal perintis sedang dibangun tersebut tentunya akan lebih memperkuat armada angkutan laut perintis di perairan Indonesia,” katanya..

Dengan anggaran Rp 9,8 triliun, Ditjen Hubla juga mendanai docking 26 kapal perintis serta subsidi 80 trayek perintis, mengembangan sistem informasi muatan dan barang kapal, pengembangan dan revitalisasi infrastruktur Inaportnet, backup data center infrastruktur sistem informasi Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut, serta verifikasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum angkutan penumpang kelas ekonomi angkutan laut dalam negeri.

“Dialokasikan pula untuk docking 11 kapal navigasi, pengadaan tiga paket peralatan bengkel, melanjutkan dermaga negara kenavigasian di lima lokasi, serta membangun dua kapal induk perambuan,” lanjut Bobby.

Dia menambahkan, anggaran tersebut juga digunakan untuk membangun 4 kapal patroli kelas II, satu kapal patroli kelas III (alumunium), 15 kapal patroli kelas III (alumunium), 12 kapal patroli kelas IV dan 22 kapal patroli kelas V, pengadaan 40 unit peralatan SAR, membangun sarana latihan tim SAR, pengadaan tujuh paket peralatan ship tracking kapal patroli dan studi revitalisasi pangkalan penjaga laut dan pantai.

Anggaran ini juga dipakai  untuk mendanai The Urgent Rehabilitation Project of Tanjung Priok Port dan Belawan Port Project Phase I, serta melanjutkan pembangunan fasilitas pelabuhan di 129 lokasi antara lain Labuhan Angin, Sirombu, Pantoloan, Tobelo, Jayapura, Depapre dan lainnya.